MAKALAH
KERAJAAN SRIWIJAYA DAN KALINGGA
DISUSUN OLEH
NAMA :
HERY JULIAWAN SAPUTRA
KELAS : X (AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN)
MATAPEL :
SEJARAH INDONESIA
KECAMATAN PELANGIRAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat
dan rahmat-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah berjudul
“Kerajaan Sriwijaya”.
Makalah ini kami susun guna memenuhi tugas sekolah
untuk menambah pengetahuan tentang Kesejarahan Nusantara.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran membangun sangat kami harapkan untuk
perbaikan di masa mendatang.
Pelangiran,
……November 2019
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………………………………………………………………………
Daftar Isi…………………………………………………………………………………………
Bab I Pendahuluan………………………………………………………………………………
- Latar Belakang…………………………………………………………………………..
- Rumusan Masalah………………………………………………………………………
- Tujuan…………………………………………………………………………………..
Bab II Pembahasan………………………………………………………………………………
Kerajaan sriwijaya
- Historiografi……………………………………………………………………………
- Sumber Sejarah……………………………………………………………………
- Kehidupan
Politik…………………………………………………………………………..
- Kehidupan
Ekonomi……………………………………………………………………….
- Kehidupan Sosial dan
Budaya…………………………………………………………
- Masa Keemasan…………………………………………………………………………….
- Masa
Kemunduran………………………………………………………………………….
Kerajaan kalingga
1.
Latar belakang…………………………………………………………………………….
2.
Perkembangan kerajaan kalingga………………………………………………………...
Bab III Penutup…………………………………………………………………………………………
- Kesimpulan………………………………………………………………………………
- Saran……………………………………………………………………………………
Daftar Pustaka………………………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
KERAJAAN
SRIWIJAYA
A. Latar Belakang
Wilayah Indonesia terdiri dari pulau besar dan kecil
yang dihubungkan oleh selat dan laut, hal ini menyebabkan sarana pelayaran
merupakan lalu lintas utama penghubung antar pulau. Pelayaran ini dilakukan
dalam rangka mendorong aktivitas perdagangan. Pelayaran perdagangan yang
dilakukan oleh bangsa Indonesia, bukan hanya dalam wilayah Indonesia saja,
tetapi telah jauh sampai ke luar wilayah Indonesia.
Pelayaran dan perdagangan di Asia semakin ramai
setelah ditemukan jalan melalui laut antara Romawi dan China. Rute jalur laut
yang dilalui dalam hubungan dagang China dengan Romawi telah mendorong
munculnya hubungan dagang pada daerah-daerah yang dilalui, termasuk wilayah
Indonesia. Karena posisi Indonesia yang strategis di tengah-tengah jalur
hubungan dagang China dengan Romawi, maka terjadilah hubungan dagang antara
Indonesia dan China beserta India.
Melalui hubungan itu juga, berkembang
kebudayaan-kebudayaan yang dibawa oleh para pedagang di Indonesia. Dalam
perkembangan hubungan perdagangan antara Indonesia dan India, lambat laun agama
Hindu dan Budha masuk dan tersebar di Indonesia serta dianut oleh raja-raja dan
para bangsawan. Dari lingkungan raja dan bangsawan itulah agama Hindu-Budha
tersebar ke lingkungan rakyat biasa.
Agama Hindu-Budha diperkirakan masuk ke Indonesia pada
awal Tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India. Raja-raja dan para
bangsawan yang pertama kali menganut agama ini kemudian membangun
kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Budha seperti Kerajaan Kutai yang
terletak di Kalimantan Timur, Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, Kerajaan
Holing, Kerajaan Melayu di Sumatra Selatan dan berpusat di Jambi, Kerajaan
Sriwijaya, Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Kediri, Kerajaan Singasari, Kerajaan
Bali dan Pajajaran, serta Kerajaan Majapahit.
Masing-masing kerajaan tentu memiliki sejarah dan
peninggalan-peninggalan yang harus kita ketahui. Salah satunya adalah Kerajaan
Sriwijaya. Kerajaan yang terletak di Sumatera Selatan dan beribukota di
Palembang ini memiliki nilai sejarah yang tinggi untuk kita ketahui seperti
historiografi, sejarah berdirinya, lokasi kerajaan, prasasti-prasasti
peninggalan, hubungan regional dan luar negeri, masa kejayaannya, masa
kemunduran maupun aspek-aspek kehidupan apa saja yang terkandung dalam kerajaan
ini.
Kerajaan
Kalingga adalah kerajaan bercorak Budha. Pusat pemerintahan diperkirakan di wilayah
Kabupaten Jepara saat ini. Dalam berita Cina kerajaan ini
disebiut Holing. Di sana dijelaskan bahwa pada abad ke 7 di Jawa
Tengah bagian utara sudah berdiri satu kerajaan. Rakyat dari kerajaan tersebut
hidupnya makmur dari hasil bercocok tanam serta mempunyai sumber air asin.
Hidup mereka tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Ilmu
perbintangan sudah dikenal dan dimanfaat dalam bercocok tanam.
Kerajaan
Kalingga memiliki pertalian dengan Kerajaan Galuh. Putri dari Ratu Shima yang
dikenal sebagai Putri Parwati menikah dengan putra mahkota Kerajaan Galuh yang
dikenal sebagai Mandi minyak, kemudian menjadi raja kedua di Kerajaan Galuh.
Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menjadi raja Kerajaan
Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi Mataram. Ia kemudian menjadi pemuka
dari sebuah dinasti atau wangsa terkenal sebagai Wangsa Sanjaya di Kerajaan
Mataram Kuno (Hindu). Kekuasaan di Jawa Barat diserahkannya kepada putranya
dari Tejakencana, yaitu Tamperan Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Raja
Sanjaya juga menikahi Sudiwara puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau
Bumi Sambara. Ia memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran .
B. Rumusan Masalah
Kerajaan sriwijaya
a.
Bagaimana sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya?
b.
Di mana lokasi Kerajaan Sriwijaya?
c.
Dari manakah sumber-sumber sejarah Kerajaan Sriwijaya?
d.
Apa sajakah bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan
Sriwijaya?
e.
Siapakah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan
Sriwijaya?
f.
Aspek kehidupan apa saja yang terkandung di dalam
Kerajaan?
g.
Apa yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan?
Kerajaan kalingga
a.
Apa latar belakang terbentuknya Kerjaan Kalingga?
b.
Dimanakah letak kerajaan Kalingga?
c.
Bagaimanakah pemerintahan dan kehidupan masyarakat di
kerajaan Kalingga?
d.
Kapan masa kejayaan Kerajaan Kalingga?
e.
Apa yang menyebabkan runtuhnya Kerajaan
Kalingga?
C. Tujuan
Setelah mempelajari makalah ini, pembaca diharapkan:
a. Mengetahui
sejarah berdiri dan letak Kerajaan Sriwijaya.
b. Mengetahui
bukti-bukti peninggalan dari Kerajaan Sriwijaya.
c. Mengetahui
silsilah raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Sriwijaya.
d. Mengetahui
aspek kehidupan politik, ekonomi, dan sosial budaya dalam pemerintahan Kerajaan
Sriwijaya.
e. Mengetahui
dan mampu menjelaskan penyebab runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.
Untuk memaparkan
secara sistematis tentang Kronologi Kerajaan Kalingga atau Holing di Indonesia.
Memenuhi nilai mata pelajaran Sejarah Indonesia dan menjelaskan tentang
Kerajaan Kalingga.
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Historiografi
Nama Kerajaan
: Sriwijaya
Ibukota
: Palembang
Bahasa
: Melayu Kuno, Sansekerta
Agama
: Budha, Hindu
Pemerintahan
:
Monarki
Sejarah
: 1. Didirikan pada tahun 600-an MInvasi Majapahit
tahun 1300-an M
Mata Uang
: Koin emas dan perak
2.
Lokasi Kerajaan
Sriwijaya
merupakan salah satu kerajaan besar yang pernah membawa kejayaan kepulauan Nusantara di
masa lampau. Bukan saja dikenal di wilayah Indonesia, tetapi hampir setiap
bangsa yang berada jauh di luar Indonesia mengenal Kerajaan Sriwijaya. Hal ini
disebabkan karena letak Sriwijaya yang sangat strategis dan dekat dengan jalur
perdagangan antar bangsa yakni Selat Malaka. Selat Malaka pada masa itu adalah
jalur perdagangan ramai yang menghubungkan pedagang-pedagang Cina dengan India maupun
Romawi.
George Coedes, seorang sejarawan, menulis karangan
berjudul Le Royaume de Crivijaya pada tahun 1918 M. Coedes kemudian menetapkan
bahwa Sriwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatera Selatan. Lebih lanjut,
Coedes juga menetapkan bahwa letak ibukota Sriwijaya adalah Palembang, dengan
bersandar pada anggapan Groeneveldt dalam karangannya, Notes on the Malay
Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Source, yang menyatakan bahwa,
San-fo-ts‘I adalah Palembang yang terletak di Sumatera Selatan, yaitu tepatnya
di tepi Sungai Musi atau sekitar kota Palembang sekarang.
Dari tepian Sungai
Musi di Sumatera Selatan, pengaruh Kerajaan Sriwijaya semakin meluas. Mencakup
wilayah Selat Malaka, Selat Sunda, Selat Bangka, Laut Jawa bagian barat,
Bangka, Jambi Hulu, Jawa Barat (Tarumanegara), Semenanjung Malaya hingga ke
Tanah Genting Kra.
- Sumber Sejarah
Sumber-sumber sejarah yang mendukung keberadaan
Kerajaan Sriwijaya berasal dari berita asing dan prasasti-prasasti.
Sumber dari Luar Negeri
- Sumber Cina
Kunjungan I-sting, seorang peziarah Budha dari China
pertama kali pada tahun 671 M. Dalam catatannya disebutkan bahwa saat itu
terdapat lebih dari seribu orang pendeta Budha di Sriwijaya. Aturan dan upacara
para pendeta Budha tersebut sama dengan aturan dan upacara yang dilakukan oleh
para pendeta Budha di pusat ajaran agama Budha, India. I-tsing tinggal selama 6
bulan di Sriwijaya untuk belajar bahasa Sansekerta, setelah itu ia berangkat ke
Nalanda, India. Setelah lama belajar di Nalanda, tahun 685 I-tsing kembali ke
Sriwijaya dan tinggal selama beberapa tahun untuk menerjemahkan teks-teks Budha
dari bahasa Sansekerta ke bahasa Cina. Catatan Cina yang lain menyebutkan
tentang utusan Sriwijaya yang datang secara rutin ke Cina, yang terakhir pada
tahun 988 M.
- Sumber Arab
Orang-orang Arab sering menyebut Sriwijaya dengan nama
Sribuza, Sabay atau Zabaq. Mas‘udi, seorang sejarawan Arab klasik menulis
catatan tentang Sriwijaya pada tahun 955 M. Dalam catatan itu, digambarkan
Sriwijaya merupakan sebuah kerajaan besar, dengan tentara yang sangat banyak.
Hasil bumi Sriwijaya adalah kapur barus, kayu gaharu, cengkeh, kayu cendana,
pala, kardamunggu, gambir dan beberapa hasil bumi lainya. Bukti lain yang
mendukung adalah ditemukannya perkampungan-perkampungan Arab sebagai tempat
tinggal sementara di pusat Kerajaan Sriwijaya.
- Sumber India
Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan
raja-raja dari kerajaan-kerajaan di India seperti Kerajaan Nalanda dan Kerajaan
Chola. Dengan Kerajaan Nalanda disebutkan bahwa Raja Sriwijaya mendirikan
sebuah prasasti yang dikenal dengan nama Prasasti Nalanda. Dalam prasasti
tersebut dinyatakan bahwa Raja Nalanda yang bernama Raja Dewa Paladewa berkenan
membebaskan 5 desa dari pajak. Sebagai gantinya, kelima desa tersebut wajib
membiayai para mahasiswa dari Kerajaan Sriwijaya yang menuntut ilmu di Kerajaan
Nalanda. Di samping menjalin hubungan dengan Kerajaan Nalanda, Kerajaan
Sriwijaya juga menjalin hubungan dengan Kerajaan Chola (Cholamandala) yang
terletak di India Selatan. Hubungan ini menjadi retak setelah Raja Rajendra
Chola ingin menguasai Selat Malaka.
- Sumber lain
Pada tahun 1886, Beal mengemukakan pendapatnya bahwa
Shih-li-fo-shih merupakan suatu daerah yang terletak di tepi Sungai Musi.
Sumber lain, yakni Kern, pada tahun 1913 M telah menerbitkan tulisan mengenai
Prasasti Kota Kapur, prasasti peninggalan Sriwijaya yang ditemukan di Pulau
Bangka. Namun, saat itu, Kern menganggap Sriwijaya yang tercantum pada prasasti
itu adalah nama seorang raja, karena Cri biasanya digunakan sebagai sebutan
atau gelar raja.
Sumber Lokal atau Dalam Negeri
Sumber dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti
yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti dari
Kerajaan Sriwijaya sebagian besar menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Melayu
Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut.
- Prasasti Kota Kapur
Prasasti ini merupakan yang paling tua, bertarikh 682
M, menceritakan tentang kisah perjalanan suci Dapunta Hyang dari Minana dengan
perahu, bersama dua laksa (20.000) tentara dan 200 peti perbekalan, serta 1.213
tentara yang berjalan kaki. Sumber lain menyatakan prasasti ini berisi tentang
penaklukan Bumi Jawa yang tidak setia kepada Sriwijaya. Prasasti Kota Kapur
ditemukan di Pulau Bangka.
- Prasasti Kedukan Bukit
Prasasti berangka tahun 683 M itu menyebutkan bahwa
raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang yang membawa tentara sebanyak 20.000 orang
berhasil menundukan Minangatamwan. Dengan kemenangan itu, Kerajaan Sriwijaya
menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan itu kemungkinan adalah
daerah Binaga yang terletak di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk
perdagangan.
- Prasasti Talangtuo
Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan tentang
pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.
- Prasasti Karang Berahi
Prasasti berangka tahun 686 M itu ditemukan di daerah
pedalaman Jambi, yang menunjukan penguasaan Sriwijaya atas daerah itu.
- Prasasti Ligor
Prasasti berangka tahun 775 M itu menyebutkan tentang
ibu kota Ligor yang difungsikan untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat
Malaka.
- Prasasti Nalanda
Prasasti itu menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai
Raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat
kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu,
Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Kerajaan
Syailendra. Di samping itu, prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa
Paladewa berkenan membebaskan 5 buah desa dari pajak untuk membiayai para
mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.
- Prasasti Telaga Batu
Prasasti ini ditemukan di sekitar Palembang pada tahun
1918 M. Berbentuk batu lempeng mendekati segi lima, di atasnya ada tujuh kepala
ular kobra, dengan sebentuk mangkuk kecil dengan cerat (mulut kecil tempat
keluar air) di bawahnya. Menurut para arkeolog, prasasti ini digunakan untuk
pelaksanaan upacara sumpah kesetiaan dan kepatuhan para calon pejabat. Dalam
prosesi itu, pejabat yang disumpah meminum air yang dialirkan ke batu dan
keluar melalui cerat tersebut. Sebagai sarana untuk upacara persumpahan,
prasasti seperti itu biasanya ditempatkan di pusat kerajaan, maka diduga kuat
Palembang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya.
3.
Kehidupan Politik
Salah satu cara untuk memperluas pengaruh kerajaan
adalah melakukan perkawinan dengan kerajaan lain. Hal ini dilakukan oleh
penguasa Sriwijaya, Dapunta Hyang pada tahun 664 M dengan Sobakancana, putri
kedua raja Kerajaan Tarumanegara.
Saat kerajaan Funan di Indo-China runtuh, Sriwijaya
memperluas daerah kekuasaannya hingga bagian barat Nusantara. Di wilayah utara,
melalui kekuatan armada lautnya, Sriwijaya mampu mengusai lalu lintas
perdagangan antara India dan Cina, serta menduduki Semenanjung Malaya. Kekuatan
armada terbesar Sriwijaya juga melakukan ekspansi wilayah hingga ke Pulau Jawa,
Brunei atau Borneo. Hingga pada abad ke-8, Kerajaan Sriwijaya telah mampu
menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara.
Raja merupakan pemegang kekuasaan tertinggi dalam
sistem pemerintahan Kerajaan Sriwijaya. Ada tiga syarat utama untuk menjadi
raja Sriwijaya, yaitu :
- Samraj, artinya berdaulat atas
rakyatnya.
- Indratvam, artinya memerintah
seperti Dewa Indra yang selalu memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya.
- Ekachattra, artinya mampu
memayungi (melindungi) seluruh rakyatnya.
Berikut daftar silsilah para Raja Kerajaan Sriwijaya :
- Dapunta Hyang Sri Yayanaga
(Prasasti Kedukan Bukit 683 M, Prasasti Talangtuo 684 M)
Berita mengenai raja ini diketahui dari Prasasti
Kedukan Bukit tahun 683 M dan Prasasti Talangtuo tahun 684 M. Pada masa
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang Sri Yayanaga telah berhasil memperluas
wilayah kekuasaannya sampai ke wilayah Minangatamwan, Jambi. Sejak awal
pemerintahannya, Raja Dapunta Hyang telah mencita-citakan agar Kerajaan
Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
- Cri Indrawarman (berita Cina,
724 M)
- Rudrawikrama (berita Cina, 728
M)
- Wishnu (Prasasti Ligor, 775 M)
- Maharaja (berita Arab, 851 M)
- Balaputradewa (Prasasti
Nalanda, 860 M)
- Cri Udayadityawarman (berita Cina,
960 M)
- Cri Udayaditya (Berita Cina,
962 M)
- Cri Cudamaniwarmadewa (Berita
Cina, 1003. Prasasti Leiden, 1044 M)
- Maraviyatunggawarman (Prasasti
Leiden, 1044 M)
- Cri Sanggrama
Wijayatunggawarman (Prasasti Chola, 1004 M)
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya mengalami ancaman
dari Kerajaan Chola. Di bawah Raja Rajendra Chola, Kerajaan Chola melakukan
serangan dan berhasil merebut Kerajaan Sriwijaya. Sanggrama Wijayatunggawarman
berhasil ditawan. Namun, pada masa pemerintahan Raja Kulottungga I di Kerajaan Chola,
Raja Sanggrama Wijayatunggawarman dibebaskan kembali.
4.
Kehidupan Ekonomi
Penguasaan Kerajaan Sriwijaya di urat nadi perhubungan
pelayaran dan perdagangan Asia Tenggara yaitu di Selat Malaka, mempunyai arti
penting bagi perekonomian kerajaan. Karena banyak kapal-kapal asing yang
singgah untuk menambah air minum, perbekalan makanan, istirahat, atau melakukan
aktivitas perdagangan. Karena bertambah ramainya kegiatan perdagangan di Selat
Malaka, Sriwijaya membangun ibukota baru di Semenanjung Malaka, yaitu di Ligor
yang dibuktikan dengan Parasasti Ligor (755 M). Pendirian ibukota Ligor
tersebut bukan berarti meninggalkan ibukota di Sumatera Selatan, melainkan
hanya untuk melakukan pengawasan lebih dekat terhadap aktivitas perdagangan di
Selat Malaka atau menghindari penyeberangan yang dilakukan oleh para pedagang
melalui Tanah Genting Kra.
Menurut catatan asing, bumi Sriwijaya menghasilkan
cengkeh, kapulaga, pala, lada, pinang, kayu gaharu, kayu cendana, kapur barus,
gading, timah, emas, perak, kayu hitam, kayu sapan, rempah-rempah dan penyu.
Barang-barang tersebut dijual atau dibarter dengan kain katu, sutera dan
porselen melalui relasi dagang dengan Cina, India, Arab dan Madagaskar.
5.
Kehidupan Sosial dan Budaya
Sriwijaya yang merupakan kerajaan besar penganut agama
Budha, serta merupakan pusat agama Budha yang penting di Asia Tenggara dan Asia
Timur. Agama Budha yang berkembang di Kerajaan Sriwijaya adalah agama Budha
Mahayana. Menurut berita dari Tibet, seorang pendeta bernama Atica datang dan
tinggal di Sriwijaya (1011-1023 M) untuk belajar agama Budha dari seorang guru
bernama Dharmapala. Menurutnya, Sriwijaya merupakan pusat agama Budha di
luar India.
Peninggalan-peninggalan Kerajaan Sriwijaya banyak
ditemukan di daerah Palembang, Jambi, Riau, Malaysia, dan Thailand. Ini
disebabkan karena Sriwijaya merupakan kerajaan maritim yang selalu
berpindah-pindah, tidak menetap di satu tempat dalam kurun waktu yang lama.
Prasasti dan situs yang ditemukan di sekitar Palembang, yaitu Prasasti Boom
Baru (abad ke7 M), Prasasti Kedukan Bukit (682 M), Prasasti Talangtuo (684 M),
Prasasti Telaga Batu ( abad ke-7 M), Situs Candi Angsoka, Situs Kolam Pinishi,
dan Situs Tanjung Rawa. Peninggalan sejarah Kerajaan Sriwijaya lainnya yang
ditemukan di Jambi, Sumatera Selatan dan Bengkulu, yaitu Candi Kotamahligai,
Candi Kedaton, Candi Gedong I, Candi Gedong II, Candi Gumpung, Candi Tinggi,
Candi Kembar batu, Candi Astono dan Kolam Telagorajo, Situs Muarojambi. Di
Lampung, prasasti yang ditemukan adalah Prasasti Palas Pasemah dan Prasasti
Bungkuk (Jabung). Di Riau, ditemukan Candi Muara Takus yang berbentuk stupa
Budha.
6.
Masa Keemasan
Pada paruh pertama
abad ke-10 yaitu antara masa jatuhnya Dinasti Tang dan naiknya dinasti Song, perdagangan dengan
luar negeri cukup marak, terutama Fujian, Kerajaan Min dan
negeri kaya Guangdong,
Kerajaan Nan Han. Tak diragukan lagi Sriwijaya mendapatkan keuntungan dari
perdagangan ini. Pada tahun 903, penulis Muslim Ibn Batutah sangat
terkesan dengan kemakmuran Sriwijaya. Daerah urban kerajaan meliputi Palembang
(khususnya Bukit Seguntang), Muara Jambi dan Kedah.
7.
Masa Kemunduran
Tahun 1025, Rajendra Chola, Raja Chola
dari Koromandel,
India selatan menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Kerajaan Chola
meneruskan penyerangan dan penaklukannya selama 20 tahun berikutnya ke seluruh
imperium Sriwijaya. Meskipun invasi Chola tidak berhasil sepenuhnya, invasi
tersebut telah melemahkan hegemoni Sriwijaya yang berakibat terlepasnya
beberapa wilayah dengan membentuk kerajaan sendiri, seperti Kediri, sebuah
kerajaan yang berbasiskan pada pertanian.
Antara tahun 1079 – 1088, orang Tionghoa mencatat
bahwa Sriwijaya mengirimkan duta besar dari Jambi dan Palembang. Tahun 1082 dan
1088, Jambi mengirimkan lebih dari dua duta besar ke China. Pada periode inilah
pusat Sriwijaya telah bergeser secara bertahap dari Palembang ke Jambi.
Ekspedisi Chola telah melemahkan Palembang, dan Jambi telah menggantikannya
sebagai pusat kerajaan.
Berdasarkan sumber
Tiongkok pada buku Chu-fan-chi yang ditulis pada tahun 1178,
Chou-Ju-Kua menerangkan bahwa di kepulauan Asia Tenggara terdapat dua
kerajaan yang sangat kuat dan kaya, yakni Sriwijaya dan Jawa (Kediri). Di Jawa dia menemukan bahwa
rakyatnya memeluk agama Budha dan Hindu, sedangkan rakyat Sriwijaya memeluk Budha.
Berdasarkan sumber ini pula dikatakan bahwa beberapa wilayah kerajaan Sriwijaya
ingin melepaskan diri, antara lain Kien-pi (Kampe, di utara Sumatra) dan
beberapa koloni di semenanjung Malaysia. Pada masa itu wilayah Sriwijaya
meliputi; Pong-fong (Pahang),
Tong-ya-nong (Trengganu),
Ling-ya-ssi-kia (Langkasuka),
Kilan-tan (Kelantan),
Fo-lo-an, Ji-lo-t’ing (Jelutong), Ts’ien-mai, Pa-t’a (Batak), Tan-ma-ling
(Tambralingga, Ligor), Kia-lo-hi (Grahi, bagian utara semenanjung Malaysia), Pa-lin-fong
(Palembang),
Sin-t’o (Sunda),
Lan-wu-li (Lamuri di Aceh),
and Si-lan (Srilanka).
Pada tahun 1288,
Singosari, penerus kerajaan Kediri di Jawa, menaklukan Palembang dan Jambi
selama masa ekspedisi Pamalayu. Di tahun 1293,
Majapahit pengganti Singosari, memerintah Sumatra. Raja ke-4 Hayam Wuruk memberikan
tanggung jawab tersebut kepada Pangeran Adityawarman, seorang
peranakan Minang dan
Jawa. Pada tahun 1377 terjadi pemberontakan terhadap Majapahit, tetapi
pemberontakan tersebut dapat dipadamkan walaupun di selatan Sumatra sering
terjadi kekacauan dan pengrusakan.
Kedudukan Sriwijaya makin terdesak karena munculnya
kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam dunia perdagangan,
seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam memperluas kekuasaannya
ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaka termasuk
Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam
mengakibatkan lemahnya kegiatan pelayaran dan perdagangan di Kerajaan
Sriwijaya.
Di masa berikutnya,
terjadi pengendapan pada Sungai Musi yang berakibat tertutupnya akses pelayaran
ke Palembang. Hal ini tentunya sangat merugikan perdagangan kerajaan. Penurunan
Sriwijaya terus berlanjut hingga masuknya Islam ke Aceh yang disebarkan oleh
pedagang-pedagang Arab dan India. Di akhir abad ke-13, Kerajaan Pasai di bagian utara
Sumatra berpindah agama Islam.
Maka sejak akhir abad ke-13 M Kerajaan Sriwijaya
menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan
Sriwijaya yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit pada
tahun 1377 M.
Pada tahun
1402, Parameswara,
pangeran terakhir Sriwijaya mendirikan Kesultanan Malaka di Semenanjung
Malaysia.
KERAJAAN KALINGGA
A.
Latar belakang
Sumber sejarah kerajaan ini masih belum jelas dan kabur,
kebanyakan diperoleh dari sumber catatan China, tradisi kisah setempat, dan
naskah Carita Parahyangan yang disusun berabad-abad kemudian pada
abad ke-16 menyinggung secara singkat mengenai Ratu Shima dan kaitannya dengan
Kerajaan Galuh.
a.
Kisah
local
Terdapat kisah yang berkembang di Jawa Tengah
utara mengenai seorang Maharani legendaris yang menjunjung tinggi prinsip
keadilan dan kebenaran dengan keras tanpa pandang bulu. Kisah legenda ini
bercerita mengenai Ratu Shima yang mendidik rakyatnya agar selalu berlaku jujur
dan menindak keras kejahatan pencurian. Ia menerapkan hukuman yang keras yaitu
pemotongan tangan bagi siapa saja yang mencuri.
Pada suatu ketika seorang raja dari seberang
lautan mendengar mengenai kemashuran rakyat kerajaan Kalingga yang terkenal
jujur dan taat hukum. Untuk mengujinya ia meletakkan sekantung uang emas di
persimpangan jalan dekat pasar. Tak ada sorang pun rakyat Kalingga yang berani
menyentuh apalagi mengambil barang yang bukan miliknya. Hingga tiga tahun
kemudian kantung itu disentuh oleh putra mahkota dengan kakinya. Ratu Shima
demi menjunjung hukum menjatuhkan hukuman mati kepada putranya, dewan menteri
memohon agar Ratu mengampuni kesalahan putranya. Karena kaki sang pangeranlah
yang menyentuh barang yang bukan miliknya, para menteri mohon pengampunan lagi,
akhirnya ratu memerintahkan agar jari-jari kaki putra mahkota itu yang
dipotong, sebagai peringatan bagi penduduk seluruh kerajaan. Mendengar itu raja
Ta-shih takut dan mengurungkan niatnya untuk menyerang kerajaan Ratu Shima
b.
Carita
Parahyangan
Berdasarkan naskah Carita
Parahyangan yang berasal dari abad ke-16, putri
Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan
Galuh yang bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari
Kerajaan Galuh. Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang
menikah dengan raja ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha
dan Bratasenawa memiliki anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi
raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732
M, Sanjaya menggantikan buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang
kemudian disebut Bumi Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa
Sanjaya di Kerajaan Mataram Kuno. Kekuasaan di Jawa
Barat diserahkannya kepada putranya dari Tejakencana, yaitu Tamperan
Barmawijaya alias Rakeyan Panaraban. Kemudian Raja Sanjaya menikahi Sudiwara
puteri Dewasinga, Raja Kalingga Selatan atau Bumi Sambara, dan
memiliki putra yaitu Rakai Panangkaran.
c.
Berita
Cina
Berita keberadaan Ho-ling juga dapat
diperoleh dari berita yang berasal dari zaman Dinasti Tang dan catatan
I-Tsing.
Catatan dari zaman Dinasti Tang
Cerita Cina pada zaman Dinasti Tang (618 M –
906 M) memberikan tentang keterangan Ho-ling sebagai berikut:
a)
Ho-ling
atau disebut Jawa terletak di Lautan Selatan. Di sebelah timurnya terletak
Pulau Bali dan di sebelah barat terletak Pulau Sumatera.
b)
Ibukota
Ho-ling dikelilingi oleh tembok yang terbuat dari tonggak kayu.
c)
Raja
tinggal di suatu bangunan besar bertingkat, beratap daun palem, dan
singgasananya terbuat dari gading.
d)
Penduduk
Kerajaan Ho-ling sudah pandai membuat minuman keras dari bunga kelapa
e)
Daerah
Ho-ling menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading gajah.
f)
Catatan
dari berita Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak
tahun 674, rakyat Ho-ling diperintah oleh Ratu Sima (Simo). Ia adalah seorang ratuyang sangat adil
dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman
dan tentram.
B.
Perkembangan
Kerajaan Kalingga
a. Kondisi Sosial
Kehidupan sosial masyarakat Kerajaan Holing
sudah teratur rapi. Hal ini disebabkan karena sistem pemerintahan yang keras
dari Ratu Sima. Di samping sangat adil dan bijaksana dalam memutuskan suatu
masalah. Rakyat sangat menghormati dan mentaati segala keputusan Ratu Sima.
Ratu sima tidak pernah memihak dalam sosialnya ia hanya membina dan sebagai penguasa
kerajaan. Karena sifat Ratu Sima yang sangat keras ia langsung membanggun
lembaga masyarakat yang sudah jelas fungsi dan tugasnya. Ratu Sima mendirikan
lembaga masyarakat untuk membantu dirinnya dalam mengatasi rakyatnya. Lembaga
yang sudah terbentuk sudah memberlakukan sistem perundang-undangan. Beliau
telah membuat dan menyusun perundang-undang yang sempurna dengan dibantu
lembaga masyarakat. Hadirnya sistem perundang-undangan tersebut berjalan
dengan baik .
b. Bidang Ekonomi
Kehidupan perekonomian masyarakat Kerajaan
Holing berkembang pesat. Masyarakat Kerajaan Holing telah mengenal hubungan
perdagangan. Mereka menjalin hubungan perdagangan pada suatu tempat yang
disebut dengan pasar. Pada pasar itu, mereka mengadakan hubungan perdagangan
dengan teratur. Kegiatan ekonomi masyarakat lainnya diantaranya bercocok tanam,
menghasilkan kulit penyu, emas, perak, cula badak dan gading. Di Holing ada
sumber air asin yang dimanfaatkan untuk membuat garam. Hidup rakyat Holing
tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Berkat kondisi itu rakyat
Ho-ling sangat memperhatikan pendidikan. Buktinya rakyat Ho-ling sudah mengenal
tulisan, selain tulisan masyarakat Ho-ling juga telah mengenal Ilmu
perbintangan dan dimanfaatkan dalam bercocok tanam. Rakyat dari kerajaan
tersebut hidupnya makmur dari hasil bercocok tanam serta mempunyai sumber air
asin. Hidup mereka tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Ilmu
perbintangan sudah dikenal dan dimanfaat dalam bercocok tanam.
Kegiatan ekonomi Kalingga adalah perdagangan
dan pelayaran karena letak kerajaan di semenanjung melayu. Jadi perdagangan
sangat lah lancar dan terkendali, perdagangannya amat maju dan pelayaran disana
sebagai alat transportasi yang mudah juga cepat. Hal ini yang mendukung
perkembangan ekonomi di kerjaan Holing. Transportasi dan pemerintahan yang
bagus itu menggaibatkan terjadinya hubungan perdagangan antar negara lain. Hal
ini membuktikan bahwa perkembangan kerajaan holing sangat amat berkembang
dengan pesat.
c. Budaya
Mayoritas masyarakatnya memeluk agama budha
begitu juga dengan kebudayaanya banyak di pengaruhi oleh budaya india. Selain
agamanya yang lekat dan kental banyak tercampur dan terpengaruh dengan adat
istiadat kebudayaan orang india hal ini juga berpengaruh pada Ratu Sima karena
menerima dengan baik kebudayaan india masuk di kerajaan Holing.
d. Politik
Berdasarkan berita Cina disebutkan bahwa
Kerajaan Holing diperintah oleh seorang raja putri yang bernama Ratu Sima.
Pemerintahannya berlangsung dari sekitar tahun 674 masehi. Pemerintahan Ratu
Sima sangat keras, namun adil dan bijaksana. Kepada setiap pelanggar, selalu
diberikan sangsi tegas. Rakyat tunduk dan taat terhadap segala perintah Ratu
Sima. Bahkan tidak seorang pun rakyat atau pejabat kerajaan yang berani
melanggar segala perintahnya. Diceritakan, mengenai Ratu Shima yang
mendidik rakyatnya agar selalu berlaku jujur dan menindak keras kejahatan
pencurian. Ia menerapkan hukuman yang keras yaitu pemotongan tangan bagi siapa
saja yang mencuri.
e. Peninggalan Sejarah
I.
Candi Angin
Candi Angin ditemukan di Desa Tempur,
Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
II.
Candi
Bubrah
Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur,
Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah.
III.
Prasasti
Tukmas
Prasasti Tukmas ditemukan di ditemukan di lereng barat Gunung
Merapi. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sansekerta..
Prasasti menyebutkan tentang mata air yang bersih dan
jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut
disamakan dengan Sungai Gangga di India.
IV.
Prasasti
Sojomerto
Prasasti Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Raban,
Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu
dan berasal dari sekitar abad ke-7M. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais.
Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya.
V.
Prasasti
Upit
f. Penyebab runtuhnya kerajaan Kalingga
Ratu Shima meninggal sekitar
tahun 732 (abad ke-7) dan digantikan oleh keturunannya. Mulai dari sini, telah
nampak runtuhnya Kerajaan Kalingga secara perlahan.
Di sisi lain, Kerajaan Sriwijaya mulai muncul
dan kuat baik dalam hubungannya dengan kerajaan luar maupun militer. Kerajaan
Sriwijaya menghendaki untuk melakukan penyerangan terhadap bumi Jawa. Dari
serangan tersebut, Kerajaan Kalingga dapat dikalahkan dan di taklukkan oleh
Kerajaan Sriwijaya
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
- Kerajaan Sriwijaya merupakan
kerajaan bercorak Hindu terbesar di Indonesia, bahkan dijuluki sebagai
pusat agama Hindu di luar India.
- Kerajaan Sriwijaya adalah
kerajaan yang sangat kuat dan kaya raya. Terbukti dari sebutan negara
maritimnya.
- Sejarah Kerajaan Sriwijaya
dapat diakses dari prasasti-prasasti peninggalan kerajaan baik di dalam
maupun di lur negeri serta dari berita-berita asing.
Dalam berita Cina kerajaan ini
disebiut Holing. Dijelaskan bahwa pada abad ke 7 di Jawa Tengah
bagian utara sudah berdiri satu kerajaan. Rakyat dari kerajaan tersebut
hidupnya makmur dari hasil bercocok tanam serta mempunyai sumber air asin.
Hidup mereka tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Ilmu
perbintangan sudah dikenal dan dimanfaat dalam bercocok tanam.
Kronik
Dinasti Tang memberitakan bahwa daerah yang disebut Ho-ling menghasilkan kulit
penyu, emas, perak, cula badak, dan gading gajah. Penduduk membuat
benteng-benteng dari kayu dan rumah mereka beratap daun kelapa. Mereka sudah
pandai membuat minuman dari air bunga kelapa (mungkin tuak). Bila makan mereka
tidak menggunakan sendok atau sumpit, melainkan menggunakan tangan. Ada sebuah
gua yang selalu mengeluarkan air garam yang disebut sebagai bledug. Penduduk
menghasilkan garam dengan memanfaatkan sumber air garam yang disebut sebagai
bledug tersebut.
Keberadaan
kerajaan Kalingga tentunya tidak akan terlepas dari keberadaan Ratu Shima, yang
memerintah sekitar tahun 674 M. Dalam memerintah Ratu Sima digambarkan sebagai
pemimpin yang “keras” demi menjalankan hukum kerajaan. Kerajaannya dikelilingi
oleh pagar kayu. Tempat tinggal raja berupa rumah tingkat yang beratap, tempat
duduk raja berupa paterana gading. Dan salah satu hukum dalam pemerintahan
Ratu Shima adalah apabila ada yang mencuru, maka tangannya harus dipotong.
- Saran
a.
Sejarah harus selalu kita kaji agar menjadi sebuah
pengetahuan dan motivasi dalm mengisi kenerdekaan
b.
Lestarikan terus nilai-nilai budaya sejarah bangsa.
c.
Dalam pembuatan makalah ini mungkin masih terdapat
beberapa kesalahan baik dari isi maupun cara penulisan. Untuk itu kami, mohon
maaf apabila pembaca tidak merasa puas dengan hasil yang kami sajikan. Kritik
dan saran kami harapkan untuk memperbaiki makalah ini agar lebih baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Bellwood, Peter and
James J. Fox, Darrell Tryon. The Austronesians: Historical and
Comparative Perspectives.
Hirth, Friedrich and
Chao Ju-kua, W.W.Rockhill. The
Chinese and Arab Trade in the Twelfth and Thirteen centuries. Entitled
Chu-fan-chi St Petersburg, 1911.
Karso, Drs,
dkk. Pelajaran Sejarah Untuk SMTA kelas 1. Bandung: Penerbit Angkasa, ISBN.
979-404-179-3-7, 1988.
Munoz, Paul
Michel. Early Kingdoms of the Indonesian Archipelago and the Malay
Peninsula. Singapore: Editions Didier Millet, pages 171, 143, 140, 132,
130, 124, 113. ISBN 981-4155-67-5,
2006.
Notosusanto, Nugroho,
dkk. Sejarah Nasional Indonesia 1. Jakarta: CV. Adhi Waskita
Semarang, ISBN. 979-462-144-7, 1992.
Soekmono, Drs. R.
(1973, 5th reprint edition in 1988). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia
2, 2nd ed.. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, page 60.
Taylor. Indonesia,
hal. 29.
Taylor, Jean
Gelman. Indonesia: Peoples and Histories. New Haven and London:
Yale University Press, pp. 8-9. ISBN 0-300-10518-5,
2003.
